top of page
Search

Pemuda Sukses yang Rendah Hati dan Persaudaraan tanpa Tepi

  • Apr 22, 2018
  • 5 min read

Updated: May 10, 2018



https://endahtyara.wixsite.com/damai

"Satu sahabat sejati lebih berharga daripada seribu teman yang mementingkan diri sendiri."


Tak ada satu pun manusia di dunia yang dapat memilih untuk dilahirkan dari suku apa, dengan warna kulit apa, atau ras tertentu. Kita juga tidak bisa memilih dari orang seperti apa kita dilahirkan. Oleh karena itu, aku selalu bergaul dengan sahabat-sahabat dengan latar belakang yang berbeda-beda. Terlebih aku adalah seorang entrepeneur, yang dituntut untuk bergaul seluas-luasnya dengan siapa pun.


Cerita yang akan aku paparkan kali ini, akan menggarisbawahi paling tidak tiga hal. Pertama, bahwa manusia dilahirkan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal dan saling tolong menolong dalam kebaikan. Kedua, sebuah kesalahan besar bila kita menyimpulkan bahwa etnis ini baik, etnis ini kurang baik. Semuanya kembali ke individu dan pribadi masing-masing. Ketiga, bahwa kunci sukses yang sebenarnya, selalu berawal dari sikap rendah hati. Bahkan penelitian di Amerika menyebutkan, bahwa setiap individu yang berhasil mencapai puncak tertinggi perusahaan adalah pribadi-pribadi yang mengutamakan sikap rendah hati.


Ciri rendah hati yang paling menonjol adalah orang yang mau belajar dan mendengar dari orang lain, siapa pun dia. Hal ini pasti akan memberikan efek pada kemajuan atas diri orang tersebut.


Adalah Putra, pemuda yang kukenal sejak ia berusia 21 tahun, masih sangat muda. Saat ini usianya 26 tahun, tetapi dia banyak sekali memberi inspirasi bagi kehidupanku. Putra adalah pengusaha muda yang sukses, sangat sukses menurut ukuran diriku. Namun, bukan semata-mata hal itu yang membuatku ingin mengetahui lebih dalam tentang kehidupannya.

Yang selalu ada dalam ingatanku adalah tentang falsafah-falsafah hidupnya dan sikapnya dalam menghadapi masalah. Semua itu sering membuatku sangat terharu. Putra sering sekali memberikan keringanan-keringanan kepadaku dalam transaksi bisnis kami. Namun, ada hal lain yang lebih dahsyat dan luar biasa.

Hari itu, kami sedang melakukan serah terima komplek GSI. Kami mendiskusikan sesuatu dan kursi kami saling berjauhan letaknya. Saat aku harus menunjukkan catatan tentang presentasiku, aku mendekat dan jongkok di sebelahnya agar ia dapat melihat catatanku dengan baik sambil kujelaskan. Namun, ia langsung mengangkat tanganku dan memintaku untuk melakukan presentasiku sambil duduk di didekatnya. Sambil menarik kursi yang agak jauh...Ia melarangku berjongkok dan menurutnya tak perlu berada di posisi yang lebih rendah darinya. Ia berkata, “Yang menentukan dan membedakan orang, bukan karena ia kaya dan miskin, bukan pintar dan bodoh. Yang membedakan adalah mental orang tersebut”. aku sangat terharu mendengar pernyataannya dan ia mengatakan hal tersebut di depan putraku sendiri yang saat itu masih duduk di bangku SMP. Dan kata-kata itu meninggalkan bekas yang mendalam di hatiku. Bahwa rendah hatinya telah mengangkatnya lebih dari kesuksesannya.

Malam itu aku datang ke resepsi pernikahannya. Aku datang bersama anak laki-lakiku. Ya, aku tahu dan menyadari bahwa anakku agak canggung bila harus berada di tempat-tempat mewah seperti itu. Apalagi malam tersebut, resepsi diadakan di hotel bintang 5 di Jakarta. Walau awalnya ia menolak, namun aku sedikit memaksa untuk ikut. Aku berusaha membantunya agar ia lebih luwes.

Di pintu utama, aku mendapatkan sambutan hangat dari kakaknya Putra, yaitu pak Wang. Hal ini cukup menenangkanku karena pak Wang pun langsung bersikap hangat kepada anakku. Saat itu, di pelaminan masih berjalan acara keluarga, sungkeman. Sekalipun beliau adalah keluarga keturunan Tionghoa tetapi dalam darahnya masih mengalir darah Jawa. Sambil menanti acara tersebut selesai, aku ajak anakku makan malam. Sekalipun aku tahu anakku tak terlalu menikmati acara mewah ini. Setelah acara keluarga selesai, Putra turun dari pelaminan, bergabung ke dalam kerumunan tamu undangan. Ia menyapa hampir seluruh undangan, mengabadikan momen tersebut dengan berfoto-foto. Dia menyalami dan memeluk hampir seluruh tamu undangan. Yang aku lihat saat itu adalah Putra sedang mengekspresikan simbol kerendahan hatinya.

Setelah agak senggang, aku mendekat, aku panggil namanya. Lalu ia menoleh dan langsung menyapaku hangat seperti anak yang sedang menyambut ibunya sendiri. Mencium hormat kepadaku, sambil berkata, ”Mana Faiz?” dan ia pun memeluk Faiz. Lalu aku berbisik kepadanya, “aku mau foto bersama bapak..." Ada hal yang membuatku heran, istrinya Putra, Princess Irma, yang baru bertemu aku dan cuma sekilas, tetapi langsung memelukku sambil berkata, “Terima kasih, bu Endah sudah jauh jauh untuk datang...” Lalu kami pun foto bersama… Tetapiiiiiiii… Panitia memanggilnya dan Putra membawa princessnya ke pelaminan. Ya, saat itu aku terkenang akan ibu Erna, ibunya Putra. aku pernah bertanya kepadanya, ”Bunda, kenapa perumahan-perumahan yang bunda bangun dan cafe-cafe Millan yang ibu dirikan, indah adanya?” Beliau menjawab sambil berbisik, "Karena aku mengerjakannya dengan cinta dan sepenuh hatiku.”. Sejak saat itu, aku selalu mengingat dan menerapkan kata-kata tersebut saat bekerja untuk proyek proyekku pengadaan seragam beberapa kantor.


Kembali ke anak laki-lakiku...

Kenapa dia tak menikmati berada di tempat umum padahal ia bisa bersosialisasi sangat baik di sekolah? Kenapa ia tak terlihat senang saat berada di tempat mewah seperti resepsi tadi? Saat diajak berfoto saja, ia terlihat kesal.


Dalam perjalanan pulang aku diam merenung. , padahal anakku adalah pengurus OSIS di sekolahnya. Seharusnya ia mampu bersosialisasi dengan baik. Namun, aku merasa tak perlu bertanya kepada seorang psikolog. Selama perjalanan pulang itu, aku diam seribu bahasa. aku lebih banyak bertanya dalam hatiku dan mencoba mencari jawabannya sendiri. Sebenarnya aku punya jawabannya, "Aku terlalu tegang dan serius kepada anakku dalam mendidik. aku ingin dia meniruku, yang selalu bekerja keras, tak boleh banyak berleha-leha.” Memang selama aku menjadi single mom selama 17 tahun ini, memang aku nyaris tak pernah tidur siang di hari kerja. Aku akan merasa bersalah jika tak berpikir bagaimana menjadi kreatif mencari tambahan untuk kehidupanku. Jadi, hari-hariku berarti menikmati ketegangan dan bekerja keras. Yang akhirnya aku sampai pada titik di mana aku hanya menikmati kerja dan banyak berada di rumah. Aku tak pernah menikmati traveling dan hura-hura seperti teman-temanku. Benarkah ada yang salah dengan caraku mendidik anakku? Jawabannya, ADA. Adalah kesalahannku sehingga anakku ikut dalam alamku, tak bisa menikmati suasana di luar rumah dan sekolah.


Aku berjanji dalam hati bahwa besok aku akan menemui dan berbicara dengan putriku. Anak perempuanku ini menurutku sudah masuk kategori sukses dalam menyikapi banyak hal, termasuk mendidik putranya, cucuku yang berusia hampir 1 tahun. Putriku memiliki cara yang berbeda dalam mendidik dan mengasuh putranya. Anaknya banyak tertawa bahkan bisa sampai terbahak-bahak. aku akan mengirimkan videonya. Putriku lebih menikmati proses dalam mendidik dan mengasuh putranya. Disamping itu, putriku memang pandai. Ia terus dan terus banyak membaca. Itulah pentingnya membaca. Jangan pernah sepelekan membaca, apa pun yang kamu baca akan bermanfaat. Termasuk kisah-kisah sejati yang bermanfaat. Untuk itulah aku gemar menulis dan berharap semua tulisanku bisa bermanfaat. Agar dapat belajar tentang diri sendiri ataupun orang lain yang membutuhkan.


Saat ini aku berjanji akan lebih banyak membawa anak laki-lakiku untuk menikmati dunia luar. aku juga harus lebih banyak memberi energi kebahagiaan kepadanya. Tak ada kata terlambat untuk kesadaran dalam memperbaiki keadaan. Waktunya sudah tiba, yakni saat ini!


Untuk Putra yang memberiku inspirasi, “Kelola ambisimu, perbaiki kelemahanmu. Sukses dalam sikap akan mengantarkanmu mencapai sukses sejati dalam kebaikan”. Pada acara testimoni, teman-teman istimewamu yang kuliah di luar negeri mengakui bahwa Putra adalah sosok yang responsif dan ekspresif dalam merangkul teman-temannya. Komitmen dan tanggung jawabnya juga begitu bagus. Semua itu pasti tumbuh dari seorang ibu yang luar biasa, ibu Erna yang lebih banyak membentuk Putra dengan penuh cinta.


Inilah catatanku di hari istimewamu. Aku bahagia dan banyak hikmah yang kusadari saat ini.

https://endahtyara.wixsite.com/damai

 
 
 

留言


“Penutur Kehidupan”, itulah cita-cita yang sedang terus dipelajarinya. Ia kuliah di Universitas Kehidupan (”Live University”), mengambil Fakultas ”Keikhlasan”, Jurusan ”Pikiran dan Tindakan Positif”. Pekerjaan sehari-hari adalah wiraswasta, khususnya pengadaan seragam di kantor BUMN, Bank dan Rumah Sakit. Diwaktu luang saya hobby menulis, kisah sejati yang menyentuh, menyemangati dan menginspirasi. Cita-cita tertinggi adalah Husnul Khotimah. (akhir yang baik)

Join my mailing list

© 2018 by The Book Lover. Proudly created with Endah Tyara

bottom of page