Kesadaran Diri, Kunci Kehidupan
- Mar 20, 2018
- 3 min read

Sahabat Ali k.w, sekaligus menantu Rasulullah SAW, pada suatu peperangan, ia berhasil membuat musuhnya pada kondisi terjepit dan sudah tidak bisa berkutik. Tinggal satu langkah untuk mengayunkan pedang. Tiba-tiba musuh itu meludahi muka sahabat Ali k.w. Yang menakjubkan adalah justru sahabat Ali tidak jadi membunuh orang tersebut. Musuh menjadi kaget, mengapa tidak jadi membunuh dirinya. Sahabat Ali menyadari bahwa kalau membunuh pada saat itu, khawatir bukan semata-mata karena Allah, tetapi karena nafsu amarah, karena musuh itu telah meludahi dirinya. Allahlah yang memberikan setitik kesadaran kepada sahabat Ali, dan kesadaran ini menyelamatkan dari pembunuhan yang sia-sia. Musuh itu akhirnya masuk islam karena setitik kesadaran yang menakjubkan. Bagaimana kalau hal itu terjadi pada kita? Mungkin dengan penuh amarah kita akan membunuh orang tersebut. Dalam hati kita justru bergumam, sekalian saja orang ini saya bunuh, karena toh sudah meludahi saya, dan saya sekaligus menjalankan perintah jihad. Inilah kita, yang belum mampu membedakan mana kepentingan pribadi, mana kepentingan agama. Kita sering melaksanakan kewajiban agama menurut hawa nafsu kita. Itulah pentingnya kesadaran. Mari kita lihat para ahli dzikir, apa yang mereka inginkan? Mereka berdzikir terus menerus karena mereka menginginkan kesadaran yang kontinu (berkesinambungan) untuk selalu berhubungan dengan pusat kendali yaitu Allah. Mereka menyadari bahwa mereka lemah, tanpa tersambung dengan “server” Allah. Jadi dzikir adalah sebuah jalan (sarana) untuk membangkitkan kesadaran diri yang terus menerus. Bahkan isi Al Quran, baik yang berwujud kisah, perintah dan larangan, semuanya tegas memberikan kepada kita, Allah hendak “menyadarkan” kita. Banyak sekali kata “apakah kamu tidak memikirkan?”, “apakah kalian tidak menyadarinya?” Saya akan menguatkan anda dengan kisah, betapa kesadaran diri adalah hal paling essensial dan fundamental untuk keselamatan diri kita, baik di dunia dan akhirat.
Ada seorang ahli ibadah yang telah istiqomah beribadah selama 40 tahun tanpa henti. Setiap orang berbondong-bondong datang meminta untuk di-doa-kan oleh beliau dan Allah berkenan mengabulkannya. Pada suatu hari, ia punya suatu keperluan dan ia berdoa untuk dirinya sendiri. Rupanya Allah hendak menguji tingkat kesadaran dan keimanan ahli ibadah ini. Allah tidak mengabulkan doanya. Ahli ibadah ini merenung, dan akhirnya menyadari bahwa ketika orang-orang datang meminta di doakan dan Allah mengabulkan, adalah karena kesholihan orang-orang yang datang, bukan karena dirinya. Nah, kesadaran ini, nilainya di hadapan Allah lebih tinggi, dari ibadahnya selama 40 tahun. Subhanallah, itulah kesadaran, sebuah perenungan yang mengantarkan pelakunya pada tataran tertinggi, menyelamatkan dari kesombongan dan ujub dari dirinya, karunia Allah yang menakjubkan. Diriwayatkan bahwa imam Ghozali, penulis buku Ihya 'Ulumuddin yang sangat terkenal itu, suatu hari mendapati seekor lalat yang terjerembab masuk ke dalam tintanya. Dengan segenap kepedulian dan kesadaran, ia menolong lalat tersebut, dibersihkan sayapnya dan lalat tersebut dapat terbang kembali. Kepedulian yang lahir dari kesadaran untuk menolong, walaupun hanya seekor binatang, pahalanya lebih besar dibanding dengan pahala menulis buku tersebut.
Anda ingin bersedekah 2 juta, tapi bernilai 2 milyar di hadapan Alloh? Mualailah dengan kesadaran, sadar bahwa uang 2 juta yang anda miliki, sesungguhnya hanya titipan Alloh, sadar bahwa yang menggerakkan hati anda untuk bersedekah adalah Alloh, sadar bahwa sesungguhnya kesempatan bersedekah, juga dari Alloh, semuanya karena eksistensi Alloh, bukan diri anda. Lenyapkan seluruh “aku” pada diri anda, niscaya anda akan mencapai keikhlasan yang sangat mendalam.
Sadarilah bahwa seluruh kebaikan yang telah anda lakukan, hakekatnya adalah karena pertolongan Alloh semata. Sholat anda, zakat anda, sedekah anda, semuanya karena hidayah dan inayah Alloh. Dalam falsafah jawa yang sanget terkenal (saya terjemahkan ke bahasa Indonesia), “Jadilah manusia yang bisa merasa, bukan merasa bisa”.
Bagaimana kesadaran anda sekarang? Apakah kehidupan anda diliputi kesadaran yang terus menerus? Atau hidup anda banyak lalai? Bagaimana agar kesadaran anda hadir setiap saat? Para ahli hikmah membuat kesadaran diri dengan menghadirkan hati dan pikiran pada setiap aktifitas yang dijalaninya.
Comments